Bab 5 Tunggu Aku
Sepasang lengan tiba-tiba menangkapnya dan menariknya. Arianne hampir bisa merasakan kelembaban dari tubuh yang baru saja selesai mandi itu, dia juga bisa mencium wangi dari sabun mandi yang dipakai Mark Tremont.

Tangannya memegang dada Mark, tanpa dia sadari tangannya gemetar.

Tangan Mark yang tadi melingkari pinggulnya seketika terlepas.

“Enyahlah.”

Entah mengapa, suaranya agak sedikit serak. Arianne tidak mengerti apa yang membuat Mark Tremont kesal padanya lagi maka dia pun pergi meninggalkan kamar Mark Tremont.

Saat dia sampai di gudang, dia kemudian merasa menyesal karena dia lupa menanyakan soal Will Sivan. Mengingat apa yang baru saja terjadi barusan membuatnya mengurungkan niatnya untuk mendatanginya lagi.

Keesokan harinya, pagi pun tiba, Mary datang ke gudang dengan segelas air minum.

“Ayo Ari bangun, minumlah obat ini.”

Arianne merasa bingung. Mary tidak tahu kalau dia masuk angin. Selain itu, bagaimana Mary berani memberikannya obat tanpa seizin Mark Tremont?

Untuk menghilangkan keraguan Arianne, Mary pun duduk di sudut ranjang Arianne sambil tersenyum padanya.

“Tuan sudah pergi sejak pagi untuk urusan bisnis, dan dia akan kembali setelah satu bulan. Sebelum dia pergi dia memerintahkanku untuk memberikan obat ini padamu. Ayo minumlah.”

Arianne tidak bisa menjelaskan perasaan yang dia rasakan sekarang, tapi dia merasa lega setelah mendengar kalau Mark Tremont akan tidak ada dirumah selama satu bulan kedepan.

Setelah meminum obatnya. Arianne merapikan ranjangnya dan pergi ke sekolah.

Saat dia memasuki ruangan kelas, dekan secara langsung datang dan memberikan semua perlengkapan melukis yang Arianne Wynn perlukan.

“Nona Wynn, silahkan periksa apakah ada barang lain yang kau butuhkan.’

Arianne agak kaget. “Tidak… aku tidak butuh apa-apa lagi. Ini untukku …?”

Dekan tidak menjelaskan apapun padanya dan hanya mengatakan, “Bagus kalau begitu.”

Saat dekan itu pergi meninggalkan kelas, Arianne merasa bingung sambil menatapi alat alat lukis yang baru saja dia dapatkan. Tidak mungkin Mark Tremont yang memberikannya karena dia tidak akan punya waktu untuk memikirkan keadaannya di sekolah.

“Ari, aku dengar ada orang yang membiayaimu secara diam-diam. Aku tidak mengira kalau bagian administrasi kampus akan bekerja secepat ini. Perlengkapan melukismu lebih bagus daripada milikku!”

Tiffany Lean memegang perlengkapan melukis yang baru saja dekan kirimkan pada Arianne.

Arianne hanya diam tanpa mengatakan apapun saat dia menyusun perlengkapan barunya itu.

“Hey, siapa yang kemarin menjemputmu? Dia menyetir seperti orang gila, kau hampir saja mati karena tertabrak olehnya.”

Tiffany sangat cerewet dan suka sekali membicarakan topik-topik baru, tidak peduli apakah Arianne menanggapinya atau tidak.

“Itu adalah kakakku.” Jawab Arianne.

Tiffany terdiam sesaat.

“Kakak apa yang kau maksud? Dia sangat kaya tapi kau seperti tidak diurus dan tumbuh menjadi gadis tidak terawat begini, biarkan aku menemuinya lain kali.”

Arianne tersenyum, “Jangan bicara begitu tentang dia, dia sebenarnya sangat baik. Dia bukan saudara kandungku jadi itu bukanlah kewajibannya untuk menjaga dan merawat ku. Dia sudah melakukan lebih dari seharusnya.”

Itulah yang dia katakan pada dirinya sendiri juga. Dia adalah pendosa, tapi Mark Tremont telah memberikannya tempat tinggal dan merawatnya selama sepuluh tahun ini.

Tiffany hanya mengerutkan bibir sebelum mulai menebak-nebak siapakah sponsor misterius itu.

“Menurutmu, siapakah yang mensponsorimu? ayah Will Sivan sudah menendangnya keluar negeri dan dia tidak akan kembali sampai setidaknya beberapa tahun lagi. Apakah menurutmu itu mungkin kalau dialah yang mensponsorimu? Seseorang mulai membiayaimu tepat setelah dia pergi. Kalau bukan dia, siapa lagi?”

Arianne tertegun, dia mulai semakin yakin kalau sponsornya adalah Will Sivan dan bukan Mark Tremont.

Memikirkan tentang pria yang baginya seperti sinar matahari yang lembut itu membuat hatinya sakit. Kepergian Will Sivan adalah kesalahannya…

Selama kepergian Mark Tremont, Arianne Wynn merasa lebih santai dan tenang. Tiffany bahkan mengajaknya bersenang-senang di hari ulang tahunnya, pada akhir pekan. Tiffany tahu kalau Arianne tidak suka keramaian, maka dia tidak mengundang orang lain.

Sebelum mereka pulang, seperti adegan sulap Tiffany tiba-tiba mengeluarkan dua kotak kado kecil.

“Ini adalah kado dari aku dan dari Will.”

Arianne tidak mau menerimanya, dia merasa tidak akan mampu membelikan mereka kado yang harganya sama dengan hadiah yang mereka berikan padanya. Dari penampilan kadonya saja dia langsung tahu kalau kado itu pasti mahal, Dia merasa kalau dia itu miskin dan dia sudah sering melihat barang-barang mahal di kediaman Tremont.

“Terimakasih sudah menghabiskan hari ini denganku. Kau tidak perlu memberikanku kado juga,”

Arianne menarik nafas dalam, dia bisa merasakan dinginnya angin dan salju.

Tiffany menyodorkan kotak kado itu ke tangan Arianne.

“Saat aku bersikap baik padamu aku benar-benar tidak mengharapkan apapun darimu. Tapi kalau Will, beda cerita lagi… berdirilah yang tegak. Aku akan melakukan apa yang dia perintahkan padaku.”

Arianne tidak mengerti apa yang akan dia lakukan, maka dia dengan patuh berdiri dengan tegak.

Tiffany menatap pada Arianne dengan sangat serius,

“Ari, aku Will Sivan. Aku menyukaimu!. Tunggulah hingga aku kembali. Kau harus menungguku kembali.”
Capítulos gratis disponibles en la App >

Capítulos relacionados

Último capítulo